Review Film: Ready Player One (2018)

Ada dua sisi dari seorang Steven Spielberg. Di satu sisi, ia adalah sutradara yang mampu menggarap film-film Oscar-bait bertema serius, seperti Lincoln (2012), Bridge of Spies (2015), atau film terakhirnya pada bulan Januari lalu, The Post (2017).
Di sisi lain, Spielberg juga memiliki sisi anak kecil yang gemar menciptakan film-film bergenre sci-fi dan adventure. Sebut saja E.T. the Extra-Terrestrial (1982) atau Jurassic Park (1993) yang sukses dinikmati penonton segala usia. Film-film Spielberg selalu membawa terobosan baru bagi dunia perfilman, dan sekaligus menjadi instant classic yang selalu terkenang di hati penonton.
Bagaimana jika anak-anak yang hidup di era tersebut, yang kini telah beranjak dewasa, ingin kembali bernostalgia ke masa kecil? Ready Player One menjadi jawabannya.
Hasil gambar untuk ready player one

Diadaptasi dari novel berjudul sama karya Ernest Cline, Ready Player One menceritakan Wade Watts (Tye Sheridan), remaja yang hidup di tahun 2045. Di zaman ini, global warming sudah meluas dan keadaan ekonomi memburuk.
Satu-satunya pelarian bagi Wade yang hidup miskin di lingkungan kumuh adalah bermain di dunia virtual reality OASIS. Layaknya internet, para user OASIS bisa menyamarkan dirinya menjadi avatar apa saja yang mereka inginkan. Avatar Wade sendiri bernama Perzival, laki-laki pirang yang mengendarai DeLorean, mobil dari film Back to the Future.
Satu-satunya teman Perzival adalah Aech (Lena Waithe), pria bertubuh besar yang belum pernah ditemuinya di dunia nyata. Bersama Aech, Perzival berusaha memecahkan misteri Easter Egg yang disembunyikan oleh mendiang James Halliday (Mark Rylance), sang pencipta OASIS. Siapapun yang dapat menemukan Easter Egg ini akan menjadi pewaris OASIS berikutnya.

Seluruh dunia pun berlomba-lomba menjadi pemenangnya, termasuk Nolan Sorrento (Ben Mendelsohn), CEO perusahaan IOI yang ingin menguasai OASIS. Di sinilah Perzival bertemu Art3mis (Olivia Cooke), sesama Egg Hunter yang mencuri hatinya. Apakah Artemis kawan atau lawan? Berhasilkah mereka menemukan Easter Egg?
review-film-ready-player-one-steven-spielberg
Ready Player One sangat sarat dengan referensi pop culture. Film ini diramaikan oleh tokoh-tokoh dari berbagai film dan game lainnya, seperti robot The Iron Giant, King Kong, boneka Chucky, video game 8-bit, dan masih banyak lagi.
Tidak cuma karakter monster, film ini juga menampilkan referensi film Stanley Kubrick dan John Hughes, dua sutradara populer di era 80-an. Tentunya hal ini menjadi daya tarik utama dari Ready Player One, yang dapat dinikmati oleh para geeks dan moviegoers.
Sebaliknya, referensi tersebut justru dapat menjadi bumerang bagi Ready Player One. Penonton yang tidak tahu pop culture lawas bisa jadi tidak mengerti istilah-istilah dan inside joke yang bertebaran di film ini.
Walaupun sang tokoh utama, Wade Watts adalah remaja, tapi Ready Player One rasanya lebih cocok untuk penonton berusia 25 tahun ke atas, alias mereka yang pernah merasakan tumbuh besar di tahun 90-an. Jadi sebelum kamu nonton Ready Player One, pastikan kamu punya wawasan pop culture yang cukup luas, ya!
Selain karakter yang kurang digali, dari segi cerita Ready Player One memang memiliki plot hole di sana-sini. Penonton pun akan sulit memahami cara kerja OASIS pada awalnya. Tapi jangan khawatir, seiring cerita berjalan, kamu akan dibuat terpesona oleh CGI canggih dan ide-ide futuristik yang belum pernah ada sebelumnya.

Komentar

Postingan Populer